Kementerian ESDM sejak
beberapa tahun terakhir mulai menggalakkan program konversi minyak tanah ke gas
Elpiji 3 Kilogram (kg). Program ini dilakukan dengan membagikan paket perdana
Elpiji 3 kg kepada jutaan rumah tangga diseluruh indonesia.
namun, masih terdapat
beberapa daerah yang belum bisa menikmati gas elpiji 3 kg untuk kebutuhan
memasak. Beberapa daerah tersebut tersebar dibeberapa pulau mulai dari
sumatera, sulawesi, Nusa Tenggara hingga Papua.
“wilayah indonesia yang
belum melaksanakan konversi minyak tanah ke gas elpiji 3 kg yaitu Bangka
Belitung, Anambas, dan Natuna. Lalu Maluku Utara, NTB, Bima, NTT, Papua
Sulawesi Utara, Nias”. Jelas Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmatja di
Gedung DPR RI, jakarta Rabu (5/10/2016).
Belum dilakukannya konversi
gas Elpiji 3 kg di daerah-daerah tersebut karena masih terbatasnya sarana dan
prasarana penunjang. Sehingga pendistribusian paket perdana gas Elpiji 3 kg
ditunda sampai terbangunnya sarana dan prasarana tersebut.
“konversi belum dapat
dilaksanakan, karena pertama belum ada kesiapan sarana dan prasarana,” kata
wiratmaja.
Selain itu, sulitnya
akses daerah-daerah tersebut ke pangkalan elpiji masih terbilang jauh. Sehingga
ditakutkan konversi minyak tanah ke gas elpiji 3 kg tidak bisa dilakukan secara
berkesinambungan.
“kedua, jarak yang jauh
antara lokasi dimaksud dengan titik supply elpiji terdekat dan medan grafis
yang harus ditempuh”. Ujar wiratmaja.
SERANG – PT
Pertamina Persero dalam waktu dekat rencananya akan melakukan penarikan
terhadap tabung gas ukuran 3 kilogram di sejumlah wilayah di Indonesia,
termasuk di Banten.
Pengawas
Himpunan Pengusaha Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Banten, Rachmat Salim
mengatakan rencana penarikan tabung gas elpiji 3 kilogram oleh Pertamina
sebagai upaya untuk memberantas penyalahgunaan.
Seperti
diketahui, kata Rachmat, tabung melon itu merupakan subsidi pemerintah untuk
masyarakat ekonomi menengah kebawah.
“Kenyataan
di lapangan, yang menikmati subsidi tabung gas 3 Kilogram adalah masyarakat
yang perekonoiannya menengah ke atas. Padahal tabung gas ukuran 3 Kilogram
untuk masyarakat ekonomi menangah ke bawah,” kata Rachmat.
Ia
menjelaskan, penarikan tabung gas ukuran 3 kilogram ini disusul dengan
diluncurkannya tabung gas ukuran 5,5 kilogram yang dijadwalkan akan dilakukan
pada Januari ini.
Untuk tabung
gas ukuran 5,5 kilogram sendiri, sambung Rachmat, baru beredar terbatas di
wilayah Jabotabek. “Nampaknya peluncuran tabung gas ukuran 5,5 kilogram
tertunda karena adanya perubahan sistem internal di Pertamina. Saya belum mendapatkan
kabar, kapan sistem ini akan selesai,” ujar dia.
Rachmat juga
tidak mengetahui berapa banyak tabung gas ukuran 5,5 kilogram tersebut yang
akan diluncurkan di Banten. Namun yang pasti masyarakat akan dikenai biaya
tambahan sebesar Rp 40 ribu sebagai biaya pembayaran pajak.
“Harga
tabung gas ukuran 3 kilogram sekitar Rp 160 ribu-an. Jika ditukar dengan tabung
gas ukuran 5,5 kilogram maka akan dikenai tambahan pembayaran pajak sekitar Rp
40 ribu-an,” jelas Rachmat.
Dengan
adanya perubahan sistem tersebut maka berpengaruh pada lambatnya pasokan tabung
ga tersebut. Rachmat mengaku khawatir jika hal itu terjadi, akan menimbulkan
kekecewaan pada masyarakat yang telah mengetahui jadwal pasokan sebelumnya.
Ia berharap,
perbaikan sistem internal PT Pertamina dapat segera terselesaikan. “Saya juga
berharap perputaran gas di pasaran tetap lancar dengan mengandalkan stok yang
ada,” imbuh
Meski
awalnya banyak yang menyangsikan akan berhasil, konversi Minyak Tanah ke LPG
menjadi fenomena penting program konversi energi di Indonesia. Apalagi,
keberhasilan mengubah kebiasaan masyarakat yang turun termurun dari generasi ke
generasi menggunakan Minyak Tanah beralih ke LPG bukan sekadar persoalan
teknis, namun juga sarat dengan aspek sosial dan budaya.
Sebenarnya, tujuan utama konversi Minyak Tanah ke LPG untuk mengurangi subsidi. Maklum, Minyak Tanah, yang biaya produksinya setara dengan Avtur, selama ini dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah yang terkonsentrasi di perdesaan. Sehingga pemerintah memberikan subsidi harga. Kebijakan yang sudah berlangsung bertahun-tahun ini cukup membebani keuangan negara.
Konsumsi Minyak Tanah sebelum dilakukan konversi mencapai kisaran 12 juta Kilo Liter (KL) setiap tahun. Ketika itu, besaran subsidi mencapai sekitar Rp 25 triliun. Angka ini berubah sesuai dengan basis asumsi harga minyak mentah dunia maupun volume. Dari jumlah volume sebesar itu profil pengguna Minyak Tanah adalah sekitar 10 persen golongan sangat miskin, 10 persen golongan miskin, 50 persen golongan menengah dan 20 persen golongan mampu.
Melihat profil pengguna tersebut, sangat jelas bahwa pemberian subsidi Minyak Tanah memang tidak seluruhnya tepat sasaran. Kelompok masyarakat menengah maupun mampu masih banyak yang mengkonsumsi Minyak Tanah bersubsidi dengan beragam alasan. Oleh sebab itu program konversi yang diikuti dengan pengurangan volume Minyak Tanah bersubsidi ditujukan untuk memperbaiki distribusi agar lebih tepat sasaran.
LPG menjadi pilihan pengganti Minyak Tanah. Alasan terpenting adalah biaya produksi LPG lebih murah dibanding Minyak Tanah. Biaya produksi Minyak Tanah tanpa subsidi adalah sekitar Rp 6.700/liter. Jika dengan subsidi adalah Rp 2.500/liter. Untuk satu satuan setara Minyak Tanah, biaya produksi LPG tanpa subsidi adalah Rp 4.200/liter. Sedang LPG dengan subsidi adalah Rp 2.500/liter. Pemanfaatan LPG jelas mengurangi konsumsi subsidi Minyak Tanah.
Sebenarnya, tujuan utama konversi Minyak Tanah ke LPG untuk mengurangi subsidi. Maklum, Minyak Tanah, yang biaya produksinya setara dengan Avtur, selama ini dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah yang terkonsentrasi di perdesaan. Sehingga pemerintah memberikan subsidi harga. Kebijakan yang sudah berlangsung bertahun-tahun ini cukup membebani keuangan negara.
Konsumsi Minyak Tanah sebelum dilakukan konversi mencapai kisaran 12 juta Kilo Liter (KL) setiap tahun. Ketika itu, besaran subsidi mencapai sekitar Rp 25 triliun. Angka ini berubah sesuai dengan basis asumsi harga minyak mentah dunia maupun volume. Dari jumlah volume sebesar itu profil pengguna Minyak Tanah adalah sekitar 10 persen golongan sangat miskin, 10 persen golongan miskin, 50 persen golongan menengah dan 20 persen golongan mampu.
Melihat profil pengguna tersebut, sangat jelas bahwa pemberian subsidi Minyak Tanah memang tidak seluruhnya tepat sasaran. Kelompok masyarakat menengah maupun mampu masih banyak yang mengkonsumsi Minyak Tanah bersubsidi dengan beragam alasan. Oleh sebab itu program konversi yang diikuti dengan pengurangan volume Minyak Tanah bersubsidi ditujukan untuk memperbaiki distribusi agar lebih tepat sasaran.
LPG menjadi pilihan pengganti Minyak Tanah. Alasan terpenting adalah biaya produksi LPG lebih murah dibanding Minyak Tanah. Biaya produksi Minyak Tanah tanpa subsidi adalah sekitar Rp 6.700/liter. Jika dengan subsidi adalah Rp 2.500/liter. Untuk satu satuan setara Minyak Tanah, biaya produksi LPG tanpa subsidi adalah Rp 4.200/liter. Sedang LPG dengan subsidi adalah Rp 2.500/liter. Pemanfaatan LPG jelas mengurangi konsumsi subsidi Minyak Tanah.
Selain biaya produksi lebih murah, untuk satu satuan yang sama kalori LPG juga lebih tinggi dibanding Minyak Tanah. Sehingga biaya pemakaian LPG untuk keperluan memasak, misalnya, lebih murah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Laboratorium Energi Universitas Trisakti menghasilkan biaya merebus air 5 liter adalah Rp 11,6/menit untuk LPG dan Rp 13,8/menit untuk Minyak Tanah.
Program konversi Minyak Tanah ke LPG memiliki sasaran atau target sekitar 40 juta Kepala Keluarga (KK) miskin yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk keperluan ini dibutuhkan sebanyak 40 juta kompor LPG beserta asesorisnya serta 100 juta tabung LPG 3 Kg. Pada pelaksanaan program, telah dibagikan sejumlah paket perdana secara gratis kepada para keluarga miskin yang terdiri kompor LPG dan asesoris serta tabung LPG 3 Kg.
Sejak mulai dilaksanakan tahun 2007 hingga menjelang akhir 2010 telah dibagikan paket perdana sebanyak 44.675.000 ke seluruh wilayah Indonesia atau lebih dari 100 persen dari target. Sebanyak 3.793.000 Metrik Ton (MT) LPG telah dikonsumsi masyarakat sasaran. Sedang Minyak Tanah yang ditarik mencapai 11.317.000 KL. Penghematan yang berhasil dilakukan mencapai sebesar Rp 19,34 Triliun.
Selain penghematan keuangan negara dalam APBN, pelaksanaan konversi Minyak Tanah ke LPG juga membawa dampak bergulir dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Pengadaan lebih dari 44 juta kompor LPG telah mendorong bangkitnya industri kompor LPG di dalam negeri. Saat ini sudah beroperasi sebanyak 34 pabrik kompor LPG dengan kapasitas mencapai sekitar 55 juta unit setiap tahun.
Pabrikan asesoris juga berkembang seiring dengan kebutuhan pengoperasian kompor LPG oleh konsumen. Saat ini serta 21 pabrik katub tabung (valve), selang dan regulator dengan berbagai merek di berbagai wilayah di Indonesia. Produksi katub tabung mencapai sekitar 25 juta setiap tahun, regulator mencapai sekitar 45 juta setiap tahun dan selang karet mencapai sekitar 80 juta per tahun.
Kebutuhan sekitar 100 juta tabung LPG ukuran 3 Kg juga telah mendorong bekembangnya pabrikan di dalam negeri. Saat ini setidaknya sudah beroperasi sekitar 73 pabrik tabung LPG dengan kapasitas mencapai sekitar 75 juta/tahun. Kebutuhan akan tabung LPG juga mendorong berkembangnya produksi industri lembaran baja sebagai bahan baku. Jumlah sebesar ini diprediksi masih akan bertambah guna memenuhi kebutuhan stock dan rolling.
Tumbuhnya industri penunjang konversi Minyak Tanah ke LPG tersebut telah menyerap sedikitnya sekitar 100 ribu tenaga kerja langsung. Diprediksi jumlah tenaga kerja tidak langsung yang terserap lebih banyak lagi dengan berkembangnya industri ini. Terlebih lagi, nilai investasi langsung yang telah ditanamkan untuk pengembangan industri ini mencapai kisaran Rp 3 Triliun. Jika mempertimbangkan investasi tidak langsung nilainya akan lebih besar lagi.
Dinamika berkembangnya kegiatan industri kompor LPG beserta asesoris maupun tabung LPG diprediksi masih akan terus berlanjut diwaktu-waktu mendatang. Kebiasaan masyarakat menggunakan LPG sebagai bahan bakar merupakan pasar utama industri ini. Selain para pabrikan, berkembangan industri ini juga mendorong tumbuhnya jasa perdagangan maupun usaha perbengkelan di bidang kompor LPG beseta asesoris.
Nilai yang muncul dari rantai ekonomi kegiatan industri peralatan LPG untuk rumah tangga tergolong tidak kecil. Diprediksi triliunan rupiah akan berputar dalam bisnis ini. Selain itu juga membuka ribuan kesempatan kerja, baik bagi para tenaga kerja berketrampilan khusus maupun terciptanya usaha distributor atau penjualan produk industri ini. Bahkan, juga terbuka peluang merambah pasar luar negeri apabila kualitas produk dan harga bisa bersaing.
Aktivitas ekonomi juga terjadi dalam jalur distribusi LPG. Sejak dari lapangan produksi ataupun impor hingga konsumen. Selain berupa pembangunan infrastruktur, termasuk kapal pengangkut, juga memacu investasi bidang pengangkutan, stasiun pengisian, penyaluran dan pemeliharaan (SPPBE/SPBE). Rantai distribusi juga membuka peluang usaha berupa pembukaan Agen, Sub Agen dan pangkalan/penyalur.
Bahkan saat ini, di jalur paling ujung sebelum konsumen juga berkembang usaha penjualan LPG 3 Kg eceran. Baik oleh toko kelontong maupun pedagang dorongan khusus LPG 3 Kg. Besar kemungkinan ini dilakukan oleh para pedagang dorongan atau pedagang keliling yang sebelumnya menjajakan Minyak Tanah. Betapapun, kegiatan ini telah menjadi nilai tambah ekonomi dalam rantai penyaluran LPG 3 Kg.
Kalori yang lebih tinggi dibanding Minyak Tanah, membuat para pedagang kecil yang beralih menggunakan LPG juga mengaku lebih besar keuntungannya mencapai sekitar 10 persen hingga 15 persen. Setidaknya, untuk jumlah biaya pengeluaran pengadaan bahan bakar sebesar setara Minyak Tanah, penggunaan LPG memberikan efisiensi produksi yang lebih tinggi. Penghematan serupa juga dirasakan oleh para konsumen rumah tangga, berupa pengeluaran untuk biaya bahan bakar rumah tangga.
Lintas Instansi
Program konversi Minyak Tanah ke LPG yang hingga kini telah menjangkau hampir seluruh kawasan Indonesia merupakan program pemerintah yang melibatkan beberapa intansi pemerintah. Selain itu juga secara langsung melibatkan PT Pertamina serta para pengusaha, baik yang bergerak dalam industri maupun pabrikan kompor LPG dan Tabung LPG serta kalangan swasta yang menjadi mitra PT Pertamina sebagai pengelola SPBE, angkutan atau transportasi sampai agen maupun penyalur LPG 3 Kg.
Di lingkungan intansi pemerintah saat awal pelaksanan program, Kementerian ESDM bertindak sebagai Koordinator Program. Selain itu, juga bertugas melaksanakan sosialisasi, pengawasan dan verifikasi atas penyediaan dan pendistribusian LPG 3 Kg. Berdasarkan tugas inilah jajaran Kementerian ESDM sejak awal pelaksanaan program ini terlibat langsung baik dari sisi kebijakan maupun pelaksaan di lapangan. Selain itu juga melakukan tugas-tugas koordinasi dengan intansi pemerintah lain dalam pelaksanaan atau menjalankan program konversi Minyak Tanah ke LPG.
Program konversi energi menugaskan Kementerian Perindustrian untuk menyiapkan kebijakan ijin industri yang terkait dengan pelaksanaan konversi Minyak Tanah ke LPG. Untuk itulah, selain bertanggungjawab terhadap keluarnya ijin industri, Kementerian Perindustrian juga bertugas menyiapkan Spesifikasi Material maupun Sertifikasi produk-produk seperti tabung LPG 3 Kg, kompor gas, regulator dan selang sebagai pelengkap atau asesoris kompor gas.
Sedang sebagai pihak yang bertugas melakukan pengadaan komor gas beserta asesoris adalah Kementerian UKM. Intansi ini pula yang juga bertanggungjawab melakukan pendistribusian ke masyarakat pengguna. Sedang Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bertugas melakukan pengawasan terhadap peredaran tabung gas dan kompor gas. Adapun Kementerian Perdagangan bertindak sebagai pihak yang melakukan pengawasan terhadap barang-barang yang beredar dan impor.
Alokasi anggaran paket perdana konversi Minyak Tanah ke LPG serta penggantian subsidi LPG 3 Kg menjadi tugas Kementerian Keuangan. Mengingat pengguna LPG 3 Kg pada umumnya adalah kalangan ibu rumah tangga maka Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan mendapat tugas melakukan sosialisasi program pengalihan Minyak Tanah ke LPG 3 Kg. Berbagai program baik demontrasi hingga penyebaran brosur tentang pemakaian LPG 3 Kg telah dilakukan diberbagai tempat di tanah air.
PT Pertamina memiliki peran yang cukup penting. Perusahaan milik negara yang bergerak dalam bidang migas inilah yang bertugas melakukan pengadaan LPG maupun pengadaan tabung LPG 3 Kg untuk paket perdana. Perusahaan negara ini pula yang melakukan pendistribusian paket perdana kepada masyarakat yang menjadi target atau sasaran program ini. Selain itu juga berperan dalam pengisian ulang produk LPG 3 Kg serta mensupllai dan distribusi LPG 3 Kg hingga ke agen-agen untuk selanjutnya diteruskan ke konsumen.
Tentu bukan pekerjaan yang ringan melakukan koordinasi yang melibatkan sejumlha instansi. Namun, melalui berbagai rapat-rapat koordinasi nyaris semua hambatan bisa diatasi. Selain itu semupau pihak yang terlibat saling menyadari bahwa program konversi energi ini bertujuan untuk kepentingan masyarakat luas. Meski demikian, harus diakui masih ada pula hal yang harus menjadi perhatian dan penyempurnaan pelaksanaan yaitu terjadinya sejumlah kecelakaan penggunaan LPG oleh konsumen.
Pemerintah telah mengambil langkah cepat mengatasi kecelakaan tersebut. Di bawah koordinasi Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat yang juga melibatkan PT Pertamina telah dilakukan sejumlah langkah. Antara lain memberikan santunan terhadap korban. Selain itu, dilakukan pengecekan terhadap peralatan kompor gas dan tabung LPG 3 Kg. Jika terdapat produk yang dinilai belum memenuhi sfesifikasi yang telah ditetapkan ditarik. Selain itu sosialisasi tentang cara aman pemakaian kompor dan tabung LPG 3 Kg dilakukan lebih intensif.
Dikutip dari :
http://esdm.go.id/berita/56-artikel/4011-konversi-minyak-tanah-ke-lpg-menggerakkan-perekonomian-menghemat-energi.html?tmpl=component&print=1&page=
http://m.detik.com/finance/energi/d-3314310/daerah-daerah-ini-belum-bisa-nikmati-elpiji-3-kg
Kiki Marsella, 4EB09, 24213850. Tugas Softskill Minggu Pertama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar